Friday, December 14, 2007

Saya & Tulisan

Dulu ketika saya baru mulai belajar mengenal huruf, mengeja dan menulis, saya pernah bertanya pada ayah. Kenapa kita harus tepat dalam meletakan perut gendut (garis melengkung) pada sebuah garis vertikal? yang dimaksud adalah menunjukkan huruf B, D maupun P?

Menurut ayah saya, kelak huruf-huruf itu mempunyai tanda, arti dan bunyi yang berbeda-beda jika sudah dipergunakan.



Dengan pikiran seorang anak kecil, saat itu saya terkadang gemas karena suka terbalik harus menggoreskan lengkungan perut gendut itu menghadap kemana. Kesebelah depan, belakang atau setengah garis vertikalkah? dan bertanya pada ayah. Buat apa saya harus tahu huruf-huruf itu. Toh saya masih kecil dan belum sekolah.

Ayah menjelaskan secara runut dan sabar... Dari huruf-huruf itu kita dapat merangkai suatu kata. Dari kumpulan kata-kata itu, jika saya menggabungkannya akan tercipta suatu kalimat. Kalimat itulah yang akan menjadi suatu tanda dari kita (penulis), karena memiliki arti.

Dengan rangkaian huruf-huruf yang saya gores serta belajar menyusun mengenai bahan-bahan tulisan apa yang ingin saya sampaikan, saya dapat berbicara, berkomunikasi dengan orang lain dan mengungkapkan apa yang menjadi keinganan saya tanpa harus bertemu langsung dengan orang yang tidak ada dihadapan saya.
Ayah juga menyisipkan cerita mengenai huruf-huruf lainnya. Yang bisa dipakai untuk kata sandi. Huruf morse yang dipakai para pramuka, tentara dan lainnya.

Cerita beliau sangat menarik sehingga menambah semangat saya belajar dan ingin cepat bisa membaca dan menulis lancar pada saat itu.

Meskipun bisa langsung berbicara, saya dan ayah seakan punya sistem tersendiri pada saat itu. Pagi hari, sebelum ayah berangkat kerja, saya akan menyisipkan sebuah kertas kecil di sakunya.

Isinya hanya berupa pesan singkat dengan tulisan saya yang bergelombang carut marut.
"Ayah, nanti belikan K*k* semangka".
"K*k* mau ke Hoya nanti sore. Ayah cepat pulang ya".

Ya, ternyata dengan begitu saya jadi bisa cepat menulis dan membaca.
Lucu juga cara ayah saya mendidik saat itu. Beliau mengatakan dengan tulisan, saya bisa mengungkapkan buah pikiran dan semua apa yang ingin saya ungkapkan, sebagai alat berkomunikasi dengan orang lain.

Check this out
Kompas - Properti: Cermati Kebutuhan Sebelum Memilih Properti
Kompas - Properti: Lingkungan Hijau, Tanggung Jawab Siapa?


Read More...

Saturday, August 18, 2007

Te Pe Je

Ingat tokoh Pak Janggut?
Ya.. dia seorang sosok tua, tambun, baik hati, low profile, sangat menikmati hidupnya.. dengan berpetualang keliling dunia dan selalu membawa buntelan kumuh ajaib yang diikat pada setangkai tongkat kayu, dalam cerita di majalah Bobo.


Cerita ini mungkin hanya khayalan masak kanak2x.. dan diciptakan pengarangnya untuk menghibur anak-anak penggemar majalah yang selalu ditunggu-tunggu setiap hari kamis pagi kala itu.

Tapi kenyataannya kan gak begitu. Terkadang apa yang menjadi khayalan kita, seringkali ada dan dapat kita temukan di dunia nyata.

Hahaha... kalaupun iya, inipun mungkin bisa dihitung dengan satu dua tiga jari jika hal2x kayak begitu bisa terjadi.


Hmm.. Rada heran juga, saya adalah salah satu orang yang beruntung dapat menemukan tokoh cerita dalam khayalan di dunia nyata.
Taruhlah pak Janggut yang ini, memang bukan plek plek-an sosok pak Janggut dengan buntelan kumuhnya yang berjalan kaki menjelajahi negeri seperti di masa lampau.

Tokoh ini, tokoh pak Janggut modern. Yang sudah kenal shaver, yang sudah kenal transportasi modern dan segala tekhnologi serba canggih. hihihi...
Pernah saya bertanya pada beliau... Apakah tokoh pak Janggut itu beliau yang menciptakan?

Suara tawa ngakak malah yang keluar darinya... "Wa wa wa waaaaah kid.. r u kidding!??".

Hahaha, gak becandalah. Ini serius, pikir saya. Mulai dari tulisan oleh2x dari belahan dunia antah berantah, hingga cerita spiritual tentang kemudahan dalam menghadapi berbagai kendala jika bersikap ikhlas layaknya pak Janggut.

Dulu, dalam kisah pak Janggut, diapun berjalan mengikuti bisikan hati dan arah kakinya melangkah hingga bisa sampai ke berbagai negeri dan mengalami berbagai hal menarik selama perjalanannya. Dia dibantu dengan buntelan ajaib, jika menemukan kesulitan.

Anehnya, tokoh pak Janggut ini gak pernah mau menggunakan kemudahan yang sudah dia miliki. Padahal segala sesuatu yang dia butuhkan tinggal dia ambil dari buntelan ajaibnya jika dia mau.

Hingga besar, saya masih terkesan dengan sosok pak tua ini. Segala yang dia miliki dan dapat dengan mudah diraihnya tak digunakannya jika memang tidak kepepet membutuhkannya.

Kata ayah saya dulu... saya harus mencontoh tokoh pak tua itu. Bukan segala sesuatu & fasilitas yang bisa didapat dengan mudah, kita pergunakan dengan mudah pula dan membuat kita menjadi seorang pemalas.

Kala itu, ayah mencontohkan jika saya tidak diantar dengan Pak Katman naik mobil berangkat sekolah, bukan berarti saya tidak masuk sekolah hari itu. Saya bisa jalan tanpa diantar supir.
"Itulah sebabnya K*k* harus mencontoh dia. Tas ajaib pak Janggut bukan menjadikannya seorang pemalas. Tapi mengajarkannya menjadi seorang yang bijaksana."

Trus.. apa sih persamaan dengan tokoh pak Janggut modern ini?
Mungkin bukan saya yang bisa membeberkannya... Hahahaha.. mari kita tanya langsung dengan beliau...
"Woooi... woii... Te Pe Je... kenapa anda bisa kupanggil TPJ (Tas Pak Janggut)?"

Bolehkah kuceritakan sedikit tentang ini?? kekekekekekkk...

Read More...

Wednesday, April 18, 2007

Part of mY wOrKs.. Kerja itu IbaDah..

Ketika saya membaca beberapa artikel mengenai hasil wawancara orang-orang penting, pengusaha atau seseorang yang telah sukses dibidangnya, acapkali saya menemukan kutipan kalimat semacam ini "Saya merasa hasil yang saya dapatkan sekarang merupakan buah dari kerja keras yang telah saya bangun & bina sejak dulu. Meskipun selama perjalanan karir & proses sehingga tercapai hasil seperti ini sudah tentu ada kendala-kendala yang harus dilewati. Saya tetap konsisten menjalankannya dan terus belajar dari apa yang saya hadapi ketika itu, karena bagi saya... kerja itu merupakan suatu ibadah".


Tergelitik dengan kata-kata 'Kerja itu merupakan Ibadah', saya juga sangat setuju dengan hal itu. Kerja identik dengan ibadah. Dalam menjalankan ibadah, tak ada keluhan dan paksaan. Semua yang namanya ibadah selayaknya dijalani dengan ikhlas tanpa ada unsur kurang 'sreg' apapun di hati. Huehehehe... saya jadi teringat dengan berbagai macam ragam kendala kerjaan yang pernah saya hadapi. Meskipun saya memakai Motto yang sama, tetapi tidak selamanya saya juga bisa stabil untuk selalu dapat me-rem mengeluarkan keluhan dalam menghadapi beraneka macam masalah. Baik yang datangnya dari klien, suplier atau orang-orang yang berhubungan dengan kerjaan saya.

Anyway... Sampai saat ini.. saya tetap merasa nyaman, suka, senang & ikhlas dalam menjalankan tiap detail pekerjaan. Huehehehe.. Namanya juga kerja itu ibadah, ya harus dibawa senang betapapun banyak kendala yang harus dihadapi... agar terasa mudah dan ringan. Jika tidak? Waaaah.. motto saya tentunya akan berubah. :)




Pekerjaan saya berhubungan dengan banyak orang. Tak hanya berhadapan dengan klien yang memiliki banyak karakter, tetapi saya juga berhubungan dengan pihak-pihak lainnya. Bahkan dalam satu team work untuk suatu kegiatan, saya akan menghadapi berbagai macam sifat-sifat orang dengan beraneka ragam keunikan & karakternya masing-masing. Ada yang sangat cooperative, ada yang tidak pedulian dan kurang empati, ada yang sensitif, bahkan ada yang emosional-an. Menyatukan mereka dalam suatu kondisi & situasi tertentu untuk mencapai tujuan yang diharapkan merupakan hal yang sangat menarik buat saya. Disinilah, kesabaran & keikhlasan untuk belajar saling menghormati, menerima, mengerti dan memahami mereka akan diuji...

Read More...

Friday, March 02, 2007

Ngobrol, Diskusi, Tukar pikiran, Pembelajaran dan Ide

Seingat saya, zaman kiplik dan kuda gigit besi... saya selalu kena tegur guru jika saya terdengar bersuara di dalam kelas pada saat belajar. Suara anak-anak di kelas itu, selalu dinamai 'Ngobrol' oleh bapak maupun ibu guru. Padahal, sepengetahuan saya saat itu.. suara bisikan anak-anak dalam kelas itu bukan kategori suara untuk mengobrol lho.

Hihihihi... Saya jadi ingat, dulu saya suka bicara sendiri dalam hati...


"Ichh.. kenapa sih ini guru cerewet banget, masak saya menjawab pertanyaan teman saat saya ditanya mereka mengenai apa yang guru ucapkan barusan, saya tidak boleh bersuara untuk menjawab dan diperingati untuk Jangan Mengobrol? Kenapa sih, semua disama-ratakan oleh para Guru? padahal gak semua suara gaduh berasal dari obrolan. Terkadang mereka (para guru) tidak melihat darimana suara-suara itu berasal dan apa topiknya, karena sibuk menulis di papan tulis. Kan bukan berarti suasana yang gaduh seperti yang tidak mereka harapkan berasal dari obrolan anak-anak. Huh! Itu suara, bisa dari bunyi kertas saat lembaran buku dibalik, bisa dari bunyi-bunyi anak-anak meraut pensil, dll. Tapi kenapa selalu suara yang keluar dari anak murid maupun suara gaduh lainnya selalu dinamai mereka OBROLAN?. Aneh banget para orangtua ini".

Rasanya pengen protes waktu itu, tapi kalau saya protes.. yang ada nanti saya malah tambah kena teguran lagi atau malah bisa dikasih hukuman. Hmm.. payahlah!

Eeeeiii... tapi jangan salah lho.. pertanyaan-pertanyaan saya seputar itu yang ada di benak, saya bawa ke ayah waktu bertemu beliau pulang kerja. Seakan gak puas dengan perilaku Guru, saya mengoceh bercerita dan protes padanya, kenapa para guru bisa begitu? Bisa mengatakan anak-anak muridnya suka mengobrol jika ada suara gaduh sedikit. Padahalkan belum tentu itu suara obrolan.

Hehehehe.. Mau tauk obrolan saya dengan si Ayah?
"Emangnya apa sih yang menurut K*k* (off d record.. ini panggilan sayangnya si ayah padaku) dengan arti Obrolan?"

"Yaaa... ayah malah nanya lagi"... tapi... meskipun protes begitu, saya jawab juga pertanyaan beliau buat membela diri dan mencari dukungannya.

"Kalo K*k* bilang.. Ngobrol itu, jika K*k* menjawab pertanyaan seseorang lebih dari sekali bulak-balik Yah, dan kemudian si lawan bicara itu akan bertanya lagi dengan pertanyaan yang lain setelah K*k* menjawabnya dan itu berlangsung terus menerus dan gak berhenti-henti."

"Kalo menurut K*k*, yang guru maksud K*k* ngobrol adalah sebenarnya 'BICARA' bukan 'NGOBROL'. Tapi guru-guru itu selalu bilang kalau mengeluarkan suara di kelas saat dia mengajar namanya mengobrol. Padahalkan..., waktu teman K*k tanya ke K*k waktu itu, K*k cuma jawab sekali. Kita gak ngobrol kok, karena kita juga setelah itu melanjutkan mencatat lagi. Gak Ngobrol, tapi bicara sedikit. Ya kan Yah.. bener K*k* kan??!"

Eh eh eh... si Ayah cuman senyum-senyum doang. Beliau malah bertanya lagi..
"Kalau seperti sekarang ini, kita Bicara apa Ngobrol namanya?"

"Yaaaaa... Ngobrollah.. karena Ayah nanya lagi sama K*k*, dan sekarang K*k* jawab. Berartikan sudah lebih dari satu kali bicaranya. Kan sudah banyak, jadi ini namanya ngobrol bukan bicara".

Si Ayahku senyum lagi, "Masak ini ngobrol? Jadi bukan bicara? Bicara itu memang artinya apa sih K*?

Whuekekekekekekkk...saya mulai kehabisan kata-kata dan ide buat ngebantah, eh bukan ngebantah siy... lebih tepatnya pembelaan diri (hihihi), karena sebenarnya saya tidak menyangka si ayah akan bertanya lagi. Huuu.. ayah, ayah.. kenapa sih kok gak langsung belain saya, anaknya sih?

"Bicara ya artinya ngomong lah. Ya ngeluarin suaralah. Ngeluarin kata-katalah. Emangnya apa menurut Ayah".

Tahu saya sudah tidak sabar karena merasa tidak didukung olehnya. Ayah baru menjelaskan dan mendukung apa yang saya maksud tadi.

Ayah bilang, "Anak ayah gak salah. Yang K*k* maksud itu benar kok. Tapi yang guru-guru maksud itu juga tidak salah K*. Karena Bicara dan Ngobrol itu sama-sama mengeluarkan suara kan. Hanya, mungkin bapak atau ibu guru K*k* tidak melihat kalian bicara atau kalian sedang mengobrol. Tapi, menurut ayah.. apa yang guru-guru nasihati ke kalian kan benar. Kalau guru lagi mengajar dan kalian mengeluarkan suara.. nanti kalian tidak bisa mendengar dengan jelas pelajaran yang guru terangkan khan? trus yang rugi siapa kalau kalian nantinya tidak bisa mengerjakan PR dan Ulangan-ulangan? trus memangnya kalian mau jika tinggal kelas? Kasian juga kan teman-teman kalian yang memang mau mendengarkan pelajaran, tetapi karena kalian bersuara sendiri saat guru mengajar.. mereka jadi ikutan menanggung rugi tidak mengerti pelajarannya".

Tapi, jangan salah... meskipun saya akui Ayah benar, saya tetap protes.
"Iya, iya... guru-guru benar deeh.. orang-orang tua gak pernah salah. Padahal sebenarnya mereka juga kadang-kadang bisa juga salah. Belum lihat dan nengok ke belakang sudah nuduh, sudah maen bilang 'anak-anak jangan ngobrol.. ayo suaranya jangan berisik'.. padahal suara gaduh itu belum tentu dari suara obrolan."

Sepenggal cerita indah dulu tentang interaksi saya dengan Ayah memang saya sengaja tulis buat ngingetin saya, kamu dan kalian yang baca Blog ini... kekekekek... karena apapun artinya.. itu semua merupakan bagian dari komunikasi dan interaksi dengan orang lain. Dimana, penggunaan makna berbahasa, berkomunikasi & interaksi yang dipersepsikan dan ditempatkan salah oleh pemakainya, bisa berdampak negatif & positif terhadap orang lain. Kalau masa sekarang biasanya orang kenalnya dengan sebutan misscommunication, dan kalau sudah miscom gini pasti jatuhnya bisa terjadi perselisihan. Hahahaha... inilah yang sering saya lihat suka terjadi.

Saya ini termasuk anak yang tidak bisa diam, senang ngoceh, senang ngobrol, senang mendengarkan, berdiskusi dan membahas suatu topik menarik yang sedang 'Hot' maupun hal-hal baru yang bisa menambah wawasan.

Ssst... Hot disini tidak hanya panas dalam arti lingkupan nasional maupun berita yang menghebohkan seantero dunia. Panas disini saya artikan sebagai topik-topik yang memang juga bisa bikin panas telinga maupun hati. Memangnya telinga dan hati siapa yang dibuat panas? Kekekekekek.. itu gak penting! Pokoknya tergantung siapa yang lagi jadi 'star' untuk didiskusikan. :D

Yang jelas... bertemu dan bergaul dengan banyak orang dari berbagai macam karakter di bidang kerja saya sekarang.. sangatlah bermanfaat. Menurut saya, siapapun orang itu.. dan apapun dia.. bagaimanapun status dia, mereka selaku partner ngobrol, diskusi dan teman bertukar pikiran... selalu mendatangkan pelajaran, yang pada akhirnya.. juga membantu saya mendapatkan ide-ide cemerlang dan menuangkannya dalam membangun strategi bisnis untuk mendukung pekerjaan-pekerjan sekarang.

Dulu, saya sering berfikir.. kok ayah bunda punya kenalan & teman banyak sekali, bertebaran di berbagai daerah Indonesia. Kok bisa ya? Sedangkan saya hanya terbatas pada teman di komplek tempat tinggal, teman sekelas di sekolah, teman pengajian di Al Azhar, dan paling jauhpun itu teman sepermainan di lingkungan tempat tinggal kakek & nenekku di Kebayoran Baru.

Hahaha... Setelah beranjak besar, saya tertawa sendiri. Jelas saja ayah bunda memiliki banyak relasi. Saya belumlah lulus SD, saya baru kelas III SD kala itu. Tapi.. Sekarang? Hmm.. kawan-kawan saya tak sebatas pekarangan rumah sajaaaaaa.... Hahahaha... Ayah benar! Dulu dia pernah berkata bahwa 'Seiring saya melangkah dan bertambah dewasa, dan berjalan di luar pekarangan rumah, saya juga akan bertambah kawan yang akan sangat banyak mengajari saya berbagai macam hal. Hanya satu pintanya.. saya harus tetap berjalan dengan tuntunan Al Qur'an nul karim'.

Yang jelas... sampai saat ini.. salah satu yang saya rasakan sangat membantu untuk menentukan arah langkah kaki berjalan adalah dengan banyak-banyak berinteraksi dengan mereka (yang ayah maksud kawan) melalui ngobrol, diskusi, tukar pikiran yang membuahkan pembelajaran terbaik & bermanfaat sesuai keinginan ayah itu...

Read More...

Thursday, October 19, 2006

Saya dan Tulisan-tulisan

Saya bukanlah penulis yang baik. Tapi saya selalu berusaha untuk membuat tulisan dengan baik & mengungkapkannya dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh banyak orang.

Beberapa tulisan saya menghasilkan uang lho. Hehehe. Salah satunya iklan Astro di koran Kompas, sabtu - 10 Juni 2006... dan Rabu, 14 Juni 2006.


E iya... ada lagi dink.. bukan itu saja yang menghasilkan uang jajan... hihihi. Selain copywriter untuk iklan, saya juga menulis press release & material untuk pers... (kalau yang ini mah, emang kerjaan wajib)... kekekekekkk...

Saya juga kontributor di free magazine dan jadi pengisi rubrik karir sebuah tabloid belanja.. tabloid-nya wanita muda.
Ya.. kalau wanita muda itu kebetulan sudah jadi ibu dan masih berkarir... kadang-kadang lebih banyak persoalannya kan.

Yang jelas, stresnya makin tinggi. Menurut saya hal itu menarik dan banyak bahan untuk dijadikan tulisan & dikupas pembahasannya. Maka itu, tawaran dari teman untuk memegang rubrik itu, saya terima.

Kadang2x sumber inspirasi tulisannya, saya dapat dari teman2x dekat dan sekeliling saya juga kok. Hahaha.. Maap ya kawan2x... mungkin tempat kerja kalian saja yang saya samarkan. Hihihi...

Sekarang... Saya lagi berniat menulis buku. Pengennya punya amal jariyah niy.. Kan kali-kali lewat buku itu bisa berbagi ilmu yang bermanfaat, berguna & dibaca banyak orang secara terus menerus... hehehe. Itu mah emang cita-cita sejak lama.
Hmm.. cuma waktunya itu lho.. Hikss.. selalu harus ekstra disisihkan. Dooooh... puyenk jadinya.. :(

Tapi kayaknya, emang harus serius buat sisihin waktunya... karena kemaren ada sebuah penerbit buku-buku yang khusus berhubungan dengan anak, kesehatan dan parenting sudah menghubungi, dia support saya buat mengerjakannya. Sudah ada 4 judul tema yang disetujui. Tapi saya masih butuh waktu untuk cari-cari bahan tambahannya. Semoga ajah dilancarin & diizinin saya mengerjainyaya.. amin.

Yaaa... itu tulisan yg serius2x kali yaa.. klo yg iseng2x.. Liat disini aja deh.. Zezam News, Kakak News, Sarikata... Huekekekekek... kali ajah ada cerita tentang kalian di sana.

Read More...